Memiliki rumah adalah impian semua orang. Apalagi jika rumah tersebut memiliki banyak keunggulan. Misalnya strategis dari segi lokasi, nyaman dari sisi desain, asri lingkungannya, dan tentunya aman. Kira-kira seperti itulah kriteria rumah idaman setiap insan.
Rumah atau tempat tinggal adalah mutlak sebagai kebutuhan utama manusia. Sebab selain sandang (pakaian), dan pangan (makanan), papan (rumah) juga masuk sebagai kebutuhan primer manusia. Memiliki tempat tinggal atau rumah merupakan salah satu kebutuhan manusia.
Nah, untuk dapat memiliki (membeli) rumah saat ini tentu bukan perkara simpel. Selain harganya semakin melambung, ada pula sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi. Berbeda jika rumah tersebut adalah rumah warisan atau hibah dari keluarga, dimana tidak ada campur tangan pihak lain dalam proses kepemilikannya. Beda halnya jika kita bermaksud untuk membeli rumah; baru maupun sekunder (rumah yang akan dipindahtangankan dari pihak penjual ke pihak pembeli). Ada sejumlah legalitas yang harus diurus dan disepakati antara penjual dan pembeli.
Penting mengurus surat perjanjian jual beli rumah
Penting untuk menjadi perhatian. Saat akan membeli rumah, kita harus berlaku cermat. Jangan sampai salah membeli unit rumah yang kita dambakan. Saat akan membeli tanah atau rumah, ada sejumlah dokumen yang perlu dilengkapi. Salah satunya adalah surat perjanjian jual-beli rumah. Mengapa hal ini penting? Ya, karena surat tersebut akan dapat menjamin keamanan dari transaksi. Dengan surat tersebut legalitas jual-beli lebih terjamin.
Biasanya, setelah pilihan rumah yang akan dibeli sudah mantap, maka proses selanjutnya adalah kita harus menyiapkan surat perjanjian jual-beli rumah antara pemilik rumah yang lama dengan kita yang akan membeli rumah tersebut. Perjanjian inilah yang dapat menjadi bukti legal serta kuat dalam hal kepemilikan rumah.
Kita harus memastikan Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB) Rumah sudah diterima dengan baik. Ada pun surat tersebut berfungsi sebagai bukti bahwa kesepakatan antara penjual dan pembeli telah disetujui. Lalu, SPJB nantinya akan digunakan untuk mengurus sertifikat rumah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Meski penting, namun faktanya masih banyak ada saja orang yang beranggapan bahwa membuat surat penjanjian jual beli rumah adalah hal yang merepotkan.
Baca Juga : Analisis Kredit, Pintu Masuk Pencairan Pinjaman
Identitas adalah utama sebelum surat perjanjian jual beli rumah
Ada hal-hal penting yang perlu kita cermati terlebih dahulu sebelum membuat SPJB. Ada pun hal-hal penting yang perlu dilampirkan dalam SPJB atau akta jual-beli rumah adalah identitas jelas para pihak yang terlibat dalam transaksi jual-beli rumah, identitas rumah, harga rumah, cara pembayaran, uang tanda jadi, penyerahan dan status kepemilikan, pembalikan nama kepemilikan dari penjual ke pembeli, pajak iuran dan pungutan, masa berlaku perjanjian, serta tanda tangan dan pengesahan materai.
Identitas orang meliputi nama pihak pertama dan kedua. Pencantuman nama dan identitas serta pemberian label pihak pertama dan pihak kedua menandakan adanya transaksi jual-beli yang sah antar kedua belah pihak. Pihak pertama biasanya ditujukan untuk orang yang memiliki rumah dan pihak kedua untuk orang yang hendak membelinya.
Selanjutnya identitas rumah menunjukkan fakta atau identifikasi yang akan dibeli tersebut. Biasanya berupa nomor sertifikat, alamat lengkap rumah berdiri, gambar atau nomor gambar situasi rumah, luas tanah, dan luas bangunan yang berdiri di atasnya. Kejelasan keterangan rumah tersebut ditujukan untuk menandai sebuah properti yang hendak diperjualbelikan.
Harga rumah dan cara pembayaran
Berikutnya adalah harga. Harga yang dicantumkan mencakup tiga hal. Apa saja itu? Pertama harga dari tanah yang dijual, harga dari bangunan rumah, dan akumulasi harga keduanya.
Ketiga, soal cara pembayaran. Poin ini juga merupakan hal penting. Apakah rumah dibeli dengan cara pembayaran tunai atau secara kredit pemilikan rumah (KPR). Dalam hal ini juga perlu dicantumkan tanggal pembayaran terakhir untuk pelunasan pembelian tersebut.
Seiring dengan proses itu, perlu memasukkan poin uang tanda jadi. Hal ini dimaksudkan untuk memperjelas dan mensahkan status dimulainya proses penjualan. Baik tunai maupun KPR. Uang tanda jadi atau down payment (DP) bertujuan untuk mengikat kedua belah pihak dengan perjanjian bahwa pihak pertama tidak akan menjual rumah dan tanah tersebut ke pihak lain dan pihak kedua akan melunasi pembayarannya.
Setelah poin uang tanda jadi, kita perlu mencantumkan poin jaminan dan saksi dalam surat perjanjian jual-beli rumah. Hal ini ditujukan untuk pihak pertama agar mengukuhkan dan memberi kejelasan bahwa rumah yang hendak dijual memang dimiliki sepenuhnya oleh yang bersangkutan. Sekurang-kurangnya ada dua saksi yang mampu membenarkan status tersebut.
Sedangkan, poin penyerahan dan status kepemilikan menandai kapan dilakukan penyerahan rumah berikut sertifikat dan kunci (simbol) dari pihak pertama dan pihak kedua. Hal ini berarti sekaligus melakukan pemindahan status kepemilikannya.
Poin berikutnya, pembaliknamaan kepemilikan. Dalam poin ini mengatur cara-cara mengalihnamakan sertifikat, dan mengikat pihak pertama untuk sepenuhnya akan membantu proses balik nama kepada pihak kedua. Selain itu juga perlu dicantumkan kewajiban pembayaran biaya balik nama yang sepenuhnya akan ditanggung oleh pihak kedua.
Perhatikan pajak atau iuran
Hal tak kalah pentingnya adalah soal pajak, iuran dan pungutan. Sebelum penandatanganan surat perjanjian ini, seluruh pungutan, iuran hingga pajak yang berlaku pada rumah tersebut masih ditanggung oleh pihak pertama namun setelah penandatanganan berlangsung, maka biaya-biaya tersebut akan jatuh kepada pihak kedua.
Selanjutnya adalah poin masa berlaku perjanjian dan hal lain-lain di dalam surat perjanjian jual beli rumah mengatur bilamana pada saat perjanjian dibuat pihak pertama meninggal dunia, maka surat perjanjian pembelian rumah masih bisa berlangsung dan diwakili oleh pewaris sah dari rumah tersebut. Juga menetapkan hal lain-lain yang belum tercantum, akan diselesaikan dengan cara mufakat oleh kedua belah pihak.
Terakhir adalah tanda tangan dan pengesahan materai. Dalam SPJB rumah harus mencantumkan tanda tangan beserta pengesahan materai dari semua pihak. Baik itu pihak pertama, pihak kedua, maupun para saksi. Setelah itu, penandatanganan tersebut disahkan dengan penempelan materai. Pastikan masing-masing pihak sudah membubuhkan tanda tangan dengan benar.
Jangan lupa, kita juga perlu membaca ulang SPJB sebelum melakukan penandatanganan agar tidak keliru atau merasa rugi di kemudian hari. Nah seperti apa contoh surat perjanjian jual-beli rumah yang dimaksud? Silakan menulusurinya di dunia maya.
Melindungi penjual dan pembeli
Dari penjelasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa contoh surat jual-beli rumah/tanah dibuat untuk menjamin secara tertulis atas suatu transaksi jual-beli rumah yang dilakukan. Bukan hanya pembeli, tapi juga untuk melindungi penjual.
Sejatinya memang perjanian jual-beli itu dapat dijadikan bukti otentik, tanda jadi, dan juga untuk kepentingan lainnya guna membuktikan transaksi jual-beli tersebut adalah sah. Sebab dengan adanya perjanjian jual-bei tersebut, diharapkan tidak ada hal yang merugikan di antara keduanya (penjual dan pembeli).
Sebab dalam beberapa kasus tertentu, ada saja hal yang tidak diduga sebelumnya. Misalnya si penjual mendadak membatalkan transaksi yang sedang berproses. Nah, pada kasus seperti inilah, surat perjanjian jual-beli akan mengantisipasi hal-hal yang tidak diiginkan tersebut.
Baca Juga : Layanan Kredit Untuk Memenuhi Berbagai Macam Kebutuhan