Pengertian Bank Perkreditan Rakyat
Seperti yang diketahui bahwa industri perbankan Indonesia itu hanya mengenal dua jenis bank. Yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR). Lantas apa yang membedakan di antara keduanya?
Mengacu pada Undang-undang tentang perbankan Nomor 10 Tahun 1998 (pasal 1), jelas dikatakan bahwa bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Apa Fungsi Bank Perkreditan Rakyat ?
Sebagai bank, BPR tetap memiliki fungsi utama untuk menjalankan fungsi intermediasi atau perantara keuangan. Yaitu mengumpulkan dana masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat. Baik dalam bentuk kredit atau dalam bentuk lainnya dengan tujuan mendorong kegiatan usaha masyarakat. Terutama untuk disalurkan pada usaha retail dan kredit kecil.
Praktiknya, kegiatan BPR memang tak seluas kegaiatan bank umum. Karena khittahnya, BPR itu memang ditujukan sebagai institusi keuangan mikro. Oleh karena itu, BPR juga identik sebagai bank yang melayani pengusaha mikro, kecil, dan menengah yang lokasinya tak jauh dari jangkauan BPR.
Apa saja usaha -usaha yang tidak boleh dilakukan ?
Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, BPR tidak diperkenankan untuk menerima simpanan berupa giro, melakukan kegiatan usaha valuta asing, melakukan penyertaan modal dengan prisnip prudent banking, serta melakukan usaha perasuransian. Jadi, usaha yang dilakukan BPR itu adalah menghimpun dana dan menyalurkannya dengan tujuan memperoleh keuntungan melalui spread effect dan pendapatan bunga.
Lantas apa saja usaha-usaha yang bisa dilakukan ?
BPR bisa menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dalam bentuk tabungan dan deposito berjangka. Selain itu BPR juga bisa memberikan kredit serta menyediakan pembiayaan bagi nasabah dengan prinsip bagi hasil. Lalu jika BPR mengalami kelebihan likuiditas (over liquidity) maka BPR juga dimungkinkan menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan atau tabungan pada bank lain.
Jenis-jenis BPR
Berdasarkan data dari Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), saat ini BPR-BPRS di Indonesia berjumlah 1.558 BPR-BPRS yang kepemilikannya 100% Indonesia.Nah dari jumlah tersebut BPR dapat digolongkan dalam beberapa kategori.
- Berdasarkan kepemilikannya, maka BPR terbagi menjadi dua. Yaitu BPR yang dimiliki oleh Pemerintah (umumnya Pemerintah Daerah Tingkat II) dan BPR yang dimiliki oleh swasta.
- Berdasarkan pengelolaannya, maka BPR terbagi menjadi dua, yaitu BPR konvensional (BPR) dan BPR Syariah (BPRS).
- Berdasarkan jenisnya, maka BPR dapat digolongkan menjadi tiga. Pertama adalah BPR Badan Kredit Desa (BKD). BKD adalah lembaga keuangan yang beroperasi di wilayah pedesaan. Namun pada tahun 1992, melalui Undang-Undang Perbankan, BKD diberikan status sebagai BPR namun dengan karakteristik yang unik. Bank Desa dan Lumbung Desa adalah contoh dari jenis BPR Badan Kredit Desa. Jenis kedua adalah BPR Bukan Badan Kredit Desa. Contohnya adalah BPR eks LDKP (lembaga dana kredit pedesaan), Bank Pasar, BKPD (bank karya produksi desa), dan Bank Pegawai. Jenis ketiga adalah LDKP (lembaga dana dan kredit pedesaan). LDKP ini dapat berwujud perusahaan daerah (PD), koperasi, perseroan terbatas (PT), dan bentuk lainnya yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Produk BPR
Sejatinya BPR memang hadir untuk melayani kebutuhan modal untuk masyarakat dengan prosedur kredit yang sederhana. Tak hanya urusan kredit, karena dalam pelayanannya BPR juga menyediakan fasilitas menabung yang dekat, aman dan mudah untuk masyarakat. Dalam memenuhi kebutuhan masyarakat itu, BPR terus meningkatkan kemampuannya sejalan dengan modernisasi yang berjalan. Misalnya dengan menerapkan kemajuan teknologi dalam pelayanannya.
Dari sisi produk, yang ditawarkan BPR memang lebih terbatas daripada bank umum. Keterbatasan produk yang dirilis oleh BPR ini memang sudah mengikuti amanat undang-undang perbankan. Adapun layanan produk yang diberikan oleh BPR kepada nasabahnya terdiri dari:
- Tabungan,
- Deposito,
- Kredit,
- Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Layanan dasar perbankan itulah yang selama ini menjadi andalan BPR dalam beroperasi.
1. Tabungan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bicara soal tabungan, ada yang menarik jika menabung di BPR. Karena nasabah tidak dikenakan biaya administrasi pada saat pembukaan maupun penutupan rekening. Biaya setoran awal pun terbilang ringan. Yaitu kisaran Rp10.000-Rp100.000. Dan yang tak kalah menariknya adalah nasabah dapat mengambil dananya kapan saja, kecuali untuk jenis tabungan berjangka. Soal bunga tabungan, biasanya BPR akan mematok angka di kisaran 2%-6% per bulan. Berbeda dengan BPR Syariah, yang hanya mengenal sistem bagi hasil sekitar 75:25 atau jika dikonversi ke dalam bentuk bunga maka nilainya sekitar 5%.
2. Deposito Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Sementara untuk produk deposito yang ditawarkan oleh BPR relatif sama dengan yang ditawarkan bank umum. Misalnya bunga deposito BPR yang ditawarkan rata-rata berada di angka 6% per tahun. Adapun skema yang disediakan mulai dari 1, 3, 6, hingga 12 bulan. Ada satu hal menarik yang ditawarkan beberapa BPR terkait produk depositonya, yaitu adanya ketentuan bahwa nasabah dapat menarik dananya kapan saja tanpa ada penalti.
3. Kredit Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Jika bicara produk BPR yang paling ikonik tentu saja kredit atau pinjaman. Untuk produk kredit, boleh dibilang apa yang ditawarkan BPR cukup beragam. Semua tergantung dari inovasi BPR masing-masing. Secara umum fasilitas kredit yang ditawarkan BPR adalah kredit usaha, kredit pemilikan rumah, kredit usaha kecil, kredit kepemilikan tanah, dan kredit multiguna. Adapun syarat dari kredit BPR tidak jauh berbeda dengan persyarakat yang diberlakukan oleh bank umum.
Diakui bahwa hadirnya BPR di Indonesia tak lepas dari adanya kebutuhan kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Di sisi lain, kebutuhan masyarakat pedesaan yang belum tersentuh bank umum membuat peluang usaha BPR terbuka lebar. Hadirnya BPR tentu saja menjadi angin segar sekaligus solusi positif bagi masyarakat pedesaan guna menghindari perangkap rentenir dalam memperoleh akses kredit usaha. Karena prinsipnya, BPR itu melayani kebutuhan modal dengan prosedur pemberian kredit yang relatif mudah dan cepat. Inilah yang menjadi salah satu keunggulan BPR dibanding bank umum.
Baca Juga : Kredit Pemilikan Rumah Jadi Solusi Tepat Untuk Membeli Rumah
Pakto 1988 menjadi Momentum Berkembangnya BPR
Berangkat dari keprihatinan terhadap kondisi petani, pegawai, dan buruh yang tercekik bunga pinjaman tinggi yang diberikan rentenir, akhirnya didirikanlah sebuah lembaga keuangan mikro. Lembaga yang memiliki misi mulia ini pun dibentuk di abad ke-19 (sekitar tahun 1916-1930) dengan tampilan Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa. Dan seiring berjalannya waktu, lembaga keuangan mikro itu pun bersalin rupa. Namun tetap dalam koridor yang sama, yaitu untuk melepas ketergantungan masyarakat terhadap pinjaman yang menjerat dan memberdayakan ekonomi masyarakat.
Memasuki era pasca kemerdekaan, mulailah didirikan Bank Pasar dan Bank Karya Produksi Desa (BKPD). Selanjutnya di awal tahun 1970-an Pemerintah Daerah mendirikan Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP). Baru pada tahun 1988 Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988 atau lebih dikenal dengan istilah Pakto 1988 (melalui Keputusan Presiden RI No. 38). Kebijakan inilah yang menjadi momentum lahirnya BPR-BPR baru. Sebab kebijakan ini memberikan kejelasan tentang eksistensi dan kegiatan usaha bank perkreditan rakyat atau BPR untuk melayani masyarakat golongan mikro, kecil, dan menengah.
Perubahan Undang Undang Perbankan
Selanjutnya pada tahun 1992 dikeluarkan Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998, sebagai landasan hukum yang jelas terhadap BPR untuk diakui sebagai salah satu jenis bank selain bank umum. Sejak saat itu di Indonesia hanya dikenal dua lembaga keuangan setara bank. Yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR).
Lalu, lembaga keuangan bukan bank yang sebelumnya telah memperoleh izin usaha dari menteri keuangan dan lembaga-lembaga keuangan kecil seperti; bank desa, lumbung desa, bank pasar, bank pegawai, LPN, LPD, BKD, BKK, KURK, LPK, BKPD, dan lembaga lainnya dipersamakan dengan itu dapat diberikan status sebagai BPR dengan memenuhi persyaratan dan aturan yang ditetapkan untuk menjadi BPR dengan jangka waktu hingga 31 Oktober 1997.
Tahun 2004 eksistensi BPR kian kuat dengan adanya lembaga independen yaitu LPS (lembaga penjamin simpanan) yang berfungsi menjamin simpanan nasabah di bank yang beroperasi di wilayah hukum Indonesia, termasuk BPR. Dan sejak itu boleh dibilang tingkat keamanan dan kepercayaan masyarakat untuk menaruh dananya di BPR semakin tinggi.
Jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 1.558
Kini, BPR terus bekembang mengikuti pergerakan zaman. Jumlahnya pun sudah mencapai 1.558 BPR yang tersebar di seluruh Indonesia. Posisi BPR pun kian strategis. Selain merupakan lembaga intermediasi yang sesuai dengan Undang-undang perbankan, BPR juga merupakan lembaga keuangan yang diatur dan diawasi ketat oleh otoritas jasa keuangan (OJK). BPR juga memiliki karakteristik yang spesifik sehigga memungkinkan bagi BPR untuk menjangkau dan melayani UMKM dan masyarakat pedesaan.
Lalu apa peran BPR untuk UMKM di Indonesia? Jelas bahwa BPR memiliki peran startegis untuk memajukan UMKM. Caranya adalah dengan meningkatkan aktivitas pengusaha mikro dalam pembiayaan dan pengembangan usaha melalui modal kerja. Atau bisa juga dengan mendorong dan membina masyarakat UMKM untuk meningkatkan keterampilan dalam mengelola usahanya. Selain itu BPR juga diharapkan bisa membantu dan menghubungkan UMKM dengan saluran distribusi serta pemasaran, sekaligus mendorong sinergi dengan pelaku usaha lainnya.
Baca Juga : Profil Perusahaan Bank Universal BPR